KAMU DAPAT DOWNLOAD GRATIS
LAPORAN PENDAHULUAN .DOCX
. DEFINISI
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006, hal-1110)
STROKE NON HEMOREGIK adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000, hal- 17)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
(Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130)
B. ANATOMI FISIOLOGI
Gambar 1. Vaskularisasi Otak
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri
vertebralis Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis
karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus
optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri
serebri media. Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio
sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi
pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus
kaudatus. Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus
frontalis, parietalis dan temporalis.
Gambar 2.
Stenosis pada arteri karotis
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri
yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli
inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri
basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri
posterior. Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan
medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons.
Arteri
serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus
temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus
genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.
C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer
(2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis serebral
Arteriosklerosis
serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebabutama trombosis
serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif,
atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat
dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum,
thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Embolus biasanya
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -cabangnya, yang merusak sirkulasi
serebral. Awitan hemiparesis atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa
afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral
(insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada
arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorhagi serebral
a. Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural)
adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini
biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk
mempertahankan hidup.
b. Patofisiologi Haemorhagi
subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu ral, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan
hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai
akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di
substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan
sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas deficit neurologik
yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda
vital.
D. PATOFISIOLOGI
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan
thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder .
Gambar 3. Bekuan darah/Emboli
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak
oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat,
aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian
menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri
karotis.
Gambar 4.
Bekuan darah
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang
tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan
otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
E. FAKTOR RESIKO
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan
faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya
maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka
timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran
darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus
mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya
dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan
penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang
pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.
3. Penyakit Jantung
Berbagai penyakit
jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan
hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah
atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
4. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka
kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL), merupakan
faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding
pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah).
Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein)
merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
5. Infeksi
Penyakit infeksi yang
mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues,
leptospirosis, dan in feksi cacing.
6. Obesitas
Obesitas merupakan
faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
7. Merokok
Manifestasi
Klinis Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark
jantung.
8. Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak
yang tidak normal suatu saat akan pecah dan menimbulkan perdarahan.
9. Peningkatan hematokrit (resiko infark
serebral)
Kontrasepasi oral
(khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi)
10. Penyalahgunaan obat (kokain)
11. Konsumsi alcohol
12. Lain–lain, Lanjut usia, penyakit paru–paru
menahun, penyakit darah, asam urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor
risiko secara teori.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala
dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
1. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit
neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas
pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah
hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)
2. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang
yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah
penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan
dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya.
3. Defisit lapang pandang, sisi visual yang
terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai
jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihata.
4. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan
dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh.
5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik,
bila kerusakan pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi
intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
6. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien
mungkin mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
(Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001, hlm. 2133-2134)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
diagnostic:
1. CT Scan (Computer Tomografi Scan)
Pembidaian ini
memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak.
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan
penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya
titik okulasi atau raftur.
3. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya
tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan.
4. Magnatik Resonan Imaging (MRI):
Menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler :
Mengidentifikasi
penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak:
Menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal.
7. Elektro Encephalografi (EEG)
Mengidentifikasi
masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
Pemeriksaan
Laboratorium:
1. Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah
biasanya di jumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari – hari pertama.
2. Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut
dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum.
(Arif Muttaqin, 2008, hlm. 139)
H. PENATALAKSANAAN
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor
kritis sebagai berikut
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu
lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi
pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia
jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan
memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat,
harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi
menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya
dipasang NGT
6. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid
atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral
(ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin,
asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
I. PENGKAJIAN PROSES KEPERAWATAN
1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau
responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi
dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau
involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
3. kekakuan atau flaksiditas leher.
4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan
reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular.
5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan
kelembaban kulit.
6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas
darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri.
7. kemampuan untuk bicara
8. Volume cairan yang diminum dan volume urin
yang dikeluarkan setiap 24 jam.
9. Riwayat hipertensi, kebiasaan merokok,
kebiasaan makanan dan umur.
Dari pengkajian secara
umum tersebut diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi
jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2) Breathing
Kelemahan menelan/
batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak
teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
3) Circulation
TD dapat normal atau
meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal
pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut.
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif
kesulitan dalam
beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis. Mudah lelah,
kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif
Perubahan tingkat
kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan.
2) Sirkulasi
Data Subyektif
Riwayat penyakit
jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis
bacterial), polisitemia.
Data obyektif
Hipertensi arterial,
Disritmia, perubahan EKG, Pulsasi: kemungkinan bervariasi Denyut karotis,
femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
3) Integritas ego
Data Subyektif
Perasaan tidak
berdaya, hilang harapan.
Data obyektif
Emosi yang labil dan
marah yang tidak tepat, kesediahan, kegembiraan, kesulitan berekspresi diri.
4) Eliminasi
Data Subyektif
Inkontinensia, anuria,
distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus
paralitik)
5) Makan/ minum
Data Subyektif
Nafsu makan hilang,
nausea/vomitus menandakan adanya PTIK, kehilangan sensasi lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia. Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif:
Problem dalam
mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring) Obesitas (faktor resiko).
6) Sensori Neural
Data Subyektif
Pusing/syncope
(sebelum CVA/sementara selama TIA).
Nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral
atau perdarahan sub arachnoid, kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena
terlihat seperti lumpuh/mati, penglihatan berkurang.
Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi
kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Data obyektif
Status mental: koma biasanya menandai stadium
perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif.
Ekstremitas: kelemahan/paraliysis
(kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
Wajah: paralisis/parese (ipsilateral).
Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi
bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan
berkata kata komprehensif, global/kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,
pendengaran, stimuli taktil.
Apraksia: kehilangan kemampuan menggunakan
motorik.
Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi
dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
7) Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif
Sakit kepala yang
bervariasi intensitasnya.
Data obyektif
Tingkah laku yang
tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
8) Respirasi
Data Subyektif
Perokok (factor
resiko).
9) Keamanan
Data obyektif
Motorik/sensorik:
masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk
melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. idak mampu
mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali, gangguan berespon
terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh, gangguan dalam
memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
10) Interaksi social
Data obyektif:
Problem berbicara,
ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN BESERTA APLIKASI NOC DAN
NIC
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan
dengan gangguan aliran darah sekunder, adanya perdarahan, edema atau oklusi
pembuluh darah
Tujuan Keperawatan:
a. Klien tidak gelisah
b. Tidak ada keluhan nyeri
kepala, mual, kejang.
c. GCS 456
d. Pupil isokor, reflek
cahaya
e. Tanda-tanda vital normal
(nadi: 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, Pernafasan 16-20 kali permenit)
Intervensi:
a. Berikan penjelasan kepada
keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
b. Anjurkan kepada klien
untuk bed rest total
c. Observasi dan catat
tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua Jam
d. Berikan posisi kepala
lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e. Anjurkan klien untuk
menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan batasi pengunjunng
g. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan system saraf pusat (defek anatomis, perubahan neuromuscular pada
system penglihatan, pendengaran dan apparatus fonatori)
Tujuan keperawatan:
a. Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif
(mis; komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga
yang baik).
b. Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan
berkomunikasi.
c. Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
d. Mengatakan penurunan frustrasi dalam
berkomunikasi.
e. Mampu berbicara yang koheren
f. Mampu menyusun kata – kata/ kalimat
Intervensi:
a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien
tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat
pengertian sendiri.
b. Bedakan antara afasia dengan disartria
c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan
berikan umpan balik
d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah
sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat
yang sederhana
e. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk
menyebutkan nama benda tersebut
f. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara
sederhana seperti “Sh” atau “Pus”
g. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau
kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca
kalimat yang pendek
h. Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang
perawat dan ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus
bila perlu
i. Berikan metode komunikasi alternative, seperti
menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan,
gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi)
j. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara
perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban
“ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai
dengan respons pasien
k. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi
penyakit; hindari “pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat
hal-hal yang menentang kebanggaan pasien
l. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi
wicara
3. Hambatan mobilitas bergerak/berpindah
berhubungan dengan gangguan neuromuscular
Tujuan keperawatan:
a. Pertahankan posisi optimal
b. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
c. Mempertahankan perilaku yang memungkinkan
adanya aktivitas
Intervensi
a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara yang teratur
b. Ubah posisi minimal
setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih
sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu
c. Letakkan pada posisi
telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat mentoleransinya
d. Mulailah melakukan
latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk.
Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola
karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak
e. Sokong ekstremitas dalam
posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama periode paralisis
flaksid. Pertahankan posisi kepala netral
f. Tempatkan bantal di bawah
aksila untuk melakukan abduksi pada tangan
g. Tempatkan ”handroll’
keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling berhadapan
h. Posisikan lutut dan
panggul dalam posisi ekstensi
i. Bantu untuk mengembangkan
keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk
duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit;
meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan
sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil
meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan
paralel dan walker)
j. Anjurkan pasien untuk
membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit
untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan
k. Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien
l. Bantulah dengan stimulasi
elektrik, seperi TENS sesuai indikasi
m. Berikan obat relaksan
otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan trolen
(Doenges 2000, Nanda 2009, NOC 2004, NIC 2004)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi.
Edisis 3, alih bahasa Nike Budi Subekti, Egi Komara Yuda, Jakarta: EGC, 2009.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler,
Alice C. 2000. Edisi 3.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention
Classifications (NIC), Edition 4, United States Of America: Mosby
Elseveir Acadamic Press, 2004.
Gejala, Diagnosa & Terapi Stroke
Non Hemoragik. Diambil darihttp://www.scribd.com/doc/28329428/Laporan-Pendahuluan-Asuhan
Keperawatan-Klien-Dengan-Stroke. Diakses di internet 13 April 2012
Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme
Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1997.
Herdman Heather T, Nanda International. Diagnosis
Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Editor edisi bahasa Indonesia
Monica Ester, Jakarata: EGC, 2009.
Jurnal, Informasi Tentang Data Stroke, Obat Stroke,
Pengobatan Stroke, Rehabilitasi Stroke. Dalam bentuk Jurnal. Diambil
dari http://data-stroke.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. Diakses di internet 13 April 2012
Linda Juall Carpenito, 1995, Rencana Asuhan &
Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes
(NOC), United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi ketiga Jilid Pertama.Jakarta. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep
klinis proses-proses penyakit.Jakarta. EGC
Comments
Post a Comment