LAPORAN PENDAHULUAN DYSPNEA
A.
DEFINISI
Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika
melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit
dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah
“Shortness Of Breath”.
Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu :
1. Dyspnea
akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke
ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan
(paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada.
2. Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma,
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor,
kelainan pita suara.
B.
ETIOLOGI
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai
mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan
gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan
ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang
mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang
dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas
juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami
penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance
paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama
inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya
compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru
dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.
C.
PATOFISIOLOGI
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan
kimia.Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena
memiliki suplai darah sendiri.Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar,
pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap suplai darah normal pada
sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah
lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon
sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.Oleh karenanya,
sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar
normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman
pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual
dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati.Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan
sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran
dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat
dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih
berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal
pada ikterus.
D.
MANIFESTASI
KLINIK
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan
napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan
pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau
alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis,
asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
Parenkim paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit
paru tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit
peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada.
Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan.
Hal ini
disebabkan oleh :
Stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke
dalam larink, Akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik,
asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang
mencolok (Chandrasoma, 2006).
Pemeriksaan
sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru. Sediaan apusan
gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya infeksi. Pemeriksaan
sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum, konsistensi, dan
sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya.
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah. Hemoptisis
berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik, pneumonia,
karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli paru.
Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan dan
kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar
kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis,
abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau
saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan
akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler (Price dan Wilson,
2006).
Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan
pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas
besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis,
bronkiektasis. Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi,
durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati
saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik,
CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi
dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini
menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara
akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan banyak
(Reviono, dkk, 2008).
E.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan dengan memantau analisa gas darah arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG
F.
KOMPLIKASI
Dispnea dapat ditemukan pada
penyakit kardiovaskuler, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar,
gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma),
kecemasan. Sesak napas dapat disebabkan oleh beberapa penyakit seperti asma,
penggumpalan darah pada paru – paru sampai pneumonia. Sesak napas juga dapat
disebabkan karena kehamilan (Price dan Wilson, 2006). Dalam bentuk kronisnya,
sesak napas atau dispnea merupakan suatu gejala penyakit – penyakit seperti
asma, emfisema, berupa penyakit paru – paru lain.
G.
PENATALAKSANAAN
TERAPI DAN PENGOBATAN
-
Oksigenasi
1) Penanganan
Umum Dispnea
a)
Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau
berbaring dengan bantal yang tinggi.
b)
Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit
tergantung derajat sesaknya.
c)
Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan
penyakit yang diderita.
2)
Terapi Farmako
a)
Olahraga teratur
b)
Menghindari alergen
c)
Terapi emosi
3)
Farmako
a)
Quick relief medicine
b)
Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot
saluran pernapasan, memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat serangan
datang. Contoh : bronkodilator
c)
Long relief medicine
d)
Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi
pada sesak nafas, mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk
jangka waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk inhalasi.
BAB II ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2. Riwayat
kesehatan
a.
Keluhan utama: klien
mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b.
Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
c.
Riwayat penyakit dahulu:
pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk.
d.
Riwayat penyakit
keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga pasien
3. Pola kesehatan
fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan
oksigenasi adalah :
a.
Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi
masalah kesehatan , adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang
berkaitan dengan oksigen.
b.
Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan
mempengaruhi oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang
gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
c.
Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses,
nyeri saat devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d.
Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas
yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih
dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan
aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
e.
Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan
perubahan pola istirahat.
f.
Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak,
gambaran indera pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam
penginderaan pasien.
g.
Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi
seseorang (pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap
diri sendiri (gemuk/ kurus).
h.
Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang
terdekat yang memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi
seseorang.
i.
Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan
oksigenasi dikaji
j.
Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status
oksigenasi pasien.
k.
Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi
oksigenasi, adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a.
Kesadaran: kesadaran menurun
b.
TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c.
Head to toe
1)
Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli atau
endokarditis)
2)
Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
3)
Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4)
Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris
antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
5)
Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan
cepat (tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
oksigenasi adalah:
a. Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak.
b. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi
c.
Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DX |
TUJUAN |
INTERVENSI |
RASIONAL |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang efektif,
dengan kriteria hasil: Respiratory
Status: Airway patency
Keterangan: 1.
Keluhan ekstrim 2.
Keluhan berat 3.
Keluhan sedang 4.
Keluhan ringan 5.
Tidak ada keluhan |
a. Manajemen
Jalan Napas 1) Buka
jalan napas pasien 2) Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi. 3) Identifikasi
Pasien untuk perlunya pemasangan alat jalan napas buatan 4) Keluarkan
secret dengan suction 5) Auskultasi
suara napas, catat bila ada suara napas tambahan 6) Monitor
rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan
suction b. Suksion
Jalan Napas 1) Auskultasi
jalan napas sebelum dan sesudah suction 2) Informasikan
keluarga tentang prosedur suction 3) Berikan
O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakheal 4) Hentikan
suksion dan berikan oksigen bila Pasien menunjukkan bradikardi peningkatan
saturasi oksigen 5) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 6) Jelaskan
pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction,
Inhalasi. |
1.
Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. 2.
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. 3.
Mencegah obstruksi/aspirasi. 4.
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan
akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja
pernafasan. 1. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan secret. 2. Penurunan bunyi nafas dapat
menunjukan atelektasis. 3.Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan
secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. 4.Mencegah pengeringan mukosa, membantu
pengenceran sekret 6. Pemasukan tinggi cairan membantu
untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan kriteria hasil: Respiratory
Status: Ventilation
Vital sign Status
Keterangan: 1.
Keluhan ekstrim 2.
Keluhan berat 3.
Keluhan sedang 4.
Keluhan ringan 5.
Tidak ada keluhan |
a. Manajemen
Jalan Napas 1) Buka
jalan napas Pasien 2) Posisikan
Pasien untuk memaksimalkan ventilasi. 3) Identifikasi
Pasien untuk perlunya pemasangan alat jalan napas buatan 4) Keluarkan
secret dengan suction 5) Auskultasi
suara napas, catat bila ada suara napas tambahan 6) Monitor
penggunaan otot bantu pernapasan 7) Monitor
rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan
suction Vital
sign monitoring 1) Observasi
adanya tanda tanda hipoventilasi 2) Monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi 3) Monitor vital sign 4) Informasikan
pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola
nafas. 5) Ajarkan
bagaimana batuk efektif 6) Monitor
pola nafas |
Airway management 1) Pengkajian
merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi. 2) Memposisikan
pasien semi fowler supaya dapat bernafas optimal. 3) Deteksi
terhadap pertukaran gas dan bunyi tambahan serta kesulitan bernafas (ada
tidaknya dispneu) untuk memonitor intervensi. 4) Dapat
memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia 5) Memberikan
rasa nyamandan mempermudah pernapasan 6) Deteksi
status respirasi Vital
sign monitoring 1) Manifestasi
distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum 2) Takikardia
biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respons
terhadap hipoksemia 3) Selama
periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (hipotensi/syok) dapat terjadi. 4) Perubahan
frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami pasien mengalami
nyeri, khusunya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
III |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasil: Respiratory
Status : Gas exchange Keseimbangan
asam Basa, Elektrolit Respiratory
Status : ventilation Vital
Sign Status
Keterangan: 1.
Keluhan ekstrim 2.
Keluhan berat 3.
Keluhan sedang 4.
Keluhan ringan 5.
Tidak ada keluhan |
1)
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi 2)
Pasang mayo bila perlu 3)
Lakukan fisioterapi dada jika perlu 4)
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction 5)
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan 6)
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan. 7)
Monitor respirasi dan status O2 8)
Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal 9)
Monitor suara nafas, seperti dengkur 10) Monitor
pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot 11) Auskultasi
suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 12) Monitor
TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental 13) Observasi
sianosis khususnya membran mukosa |
1.
Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. 2.
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. 3.Mencegah
obstruksi/aspirasi. 4.
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan
akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja
pernafasan. 5.
Pemasukan cairan yang banyak membantu mengencerkan sekret, membuatnya mudah
dikeluarkan. |
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah.Jakarta: EGC.
Harahap. (2005). Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal Keperwatan
Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU.
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead.
(2000). Nursing outcome classification
(NOC). Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing intervention classification (NIC).
USA:Mosby.
Muttaqin. (2005). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernafasan. Salemba
Medika: Jakarta.
NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis
keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC.
Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Comments
Post a Comment