Skip to main content

(TERBARU) Laporan Pendahuluan Hipertensi

Laporan Pendahuluan Hipertensi
A.           Pengertian
                           Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya.
 (Lanny Sustrani, dkk, 2004).
              Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Kurniawan, 2002).
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2009).
               Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi  adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
B.            Klasifikasi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
a.         Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
          Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm sukarelawan, dan agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani, 2008).
Tabel 1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)

Kategori Tekanan Darah menurut JNC 7
Kategori Tekanan Darah menurut JNC 6
Tekanan Darah Sistol (mmHg)
dan/ atau
Tekanan Darah Diastol (mmHg)
Normal
Optimal
< 120
dan
< 80
Pra-Hipertensi

120-139
atau
80-89
-
Nornal
< 130
dan
< 85
-
Normal-Tinggi
130-139
atau
85-89
Hipertensi:
Hipertensi:



Tahap 1
Tahap 1
140-159
atau
90-99
Tahap 2
-
≥ 160
atau
≥ 100
-
Tahap 2
160-179
atau
100-109

Tahap 3
≥ 180
atau
≥ 110
    (Sumber: Sani, 2008)
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko  komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi (Sani, 2008).
b.      Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
      WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat (Sani, 2008).
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori
Tekanan Darah Sistol (mmHg)
Tekanan Darah Diatol (mmHg)
Optimal
Normal
Normal-Tinggi

< 120
< 130
130-139

< 80
< 85
85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan
140-159
140-149
90-99
90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat)
≥ 180
≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi
(Isolated systolic hypertension)
Sub-group: perbatasan
≥ 140


140-149
< 90


<90
(Sumber: Sani, 2008)
c.       Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society
       Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan darah <120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg termasuk normal tinggi (Shimamoto, 2006).



Tabel 3
Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS

Tekanan Darah Sistol (mmHg)
Tekanan Darah Diastol (mmHg)
CHS-2005
< 120
< 80
Normal
120-129
80-84
Normal-Tinggi
130-139
85-89

Tekanan Darah Tinggi


140-159
90-99
Tingkat 1
160-179
100-109
Tingkat 2
≥ 180
≥ 110
Tingkat 3
≥ 140
≤  90
Hypertensi Sistol Terisolasi
(Sumber: Shimamoto, 2006)
d.      Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)
      Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:
1.      Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori yang berbeda, maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan perkiraan afektivitas pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.
2.      Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol yang rendah (60-70 mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.
3.      Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.


Tabel 4
Klasifikasi menurut ESH
Kategori
Tekanan Darah Sistol (mmHg)

Tekanan Darah Diastol
(mmHg)
Optimal
< 120
dan
< 80
Normal
120-129
dan/atau
80-84
Normal-Tinggi
130-139
dan/atau
85-89
Hipertensi tahap 1
140-159
dan/atau
90-99
Hipertensi tahap 2
160-179
dan/atau
100-109
Hipertensi tahap 3
≥ 180
dan/atau
≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi
≥ 140
Dan
< 90
(Sumber: Mancia G, 2007)
e.       Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB) (Douglas JG, 2003)
                  Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:
1)      Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua kategori yang berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan kategori yang lebih tinggi.
2)      Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
3)      Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai 3 berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan diastole ( < 90 mmHg).
4)      Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.


Tabel 5
Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Kategori
Tekanan Darah Sistol (mmHg)

Tekanan Darah Diastol (mmHg)
Optimal
< 120
dan
< 80
Normal
< 130
dan/atau
< 85
Normal-Tinggi
130-139
dan/atau
85-89
Hipertensi Tahap 1
140-159
dan/atau
90-99
Hipertensi Tahap 2
160-179
dan/atau
100-109
Hipertensi Tahap 3
≥ 180
dan/atau
≥ 110
Hipertensi Sistol terisolasi
≥ 140
dan
< 90
(Sumber: Douglas JG, 2003)
f.       Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Sani, 2008).
            Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia 13-14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai pedoman penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat umum:
1)   Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan diambil dari pedoman Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak masih jarang.
2)   Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
3)   Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan penyakit penyerta tertentu.
Tabel 6
                   Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Kategori
Tekanan Darah Sistol (mmHg)
dan/atau
Tekanan Darah Diastol (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Prehipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi Tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi Tahap 2
≥160-179
Atau
≥100
Hipertensi Sistol terisolasi
≥140
Dan
<90
               (Sumber: Sani, 2008)
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan menurut Arjatmo T dan Hendra U (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui (Lanny Ssustrani, dkk, 2004).
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal (Mahalul Azam,2005).
C.            Patofisiologi
Aktivitas kedua  adalah menstimulasi sekresi  aldosteron  dari  korteks  adrenal.  Aldosteron merupakan  hormon  steroid  yang memiliki  peranan  penting  pada  ginjal. Untuk mengatur volume  cairan  ekstraseluler,  aldosteron  akan  mengurangi  ekskresi  NaCl  (garam)  dengan cara  mereabsorpsinya  dari  tubulus  ginjal.  Naiknya  konsentrasi  NaCl  akan  diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2008). 


Gambar 1.  Patofisiologi hipertensi.
(Sumber: Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009)

                        Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat pada bagan.












Gambar 3: Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah
(Sumber: Kaplan, 1998 dalam Sugiharto, 2007)

D.           Pengobatan hipertensi
Kelas obat utama yang digunakan untuk mengendalikan tekanan darah adalah :
1.      Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis. Pengurangan volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan dieresis dalam penurunan curah jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah pada akhirnya. Penurunan curah jantung yang utama menyebabkan resitensi perifer. Pada terapi diuretik pada hipertensi kronik volume cairan ekstraseluler dan volume plasma hampir kembali kondisi  pretreatment.
a.       Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi, golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita dengan fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) diatas 30 mL/menit, thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Dengan menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat Henle perlu digunakan untuk mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini akan mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan tekanan darah dengan cara memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang berperan dalam penurunan resistensi vascular perifer.
b.      Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika digunakan tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium thiazide atau jerat Henle. Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.
c.       Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6 minggu dengan spironolakton).
2.      Beta Blocker
Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat melibatkan menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung dan inhibisi pelepasan renin dan ginjal.
a.       Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan kardioselektif pada dosis rendah dan mengikat baik reseptor β1 daripada reseptor β2. Hasilnya agen tersebut kurang merangsang bronkhospasmus dan vasokontruksi serta lebih aman dari non selektif β bloker pada penderita asma, penyakit obstruksi pulmonari kronis (COPD), diabetes dan penyakit arterial perifer. Kardioselektivitas merupakan fenomena dosis ketergantungan dan efek akan hilang jika dosis tinggi.
b.      Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas intrinsik simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis reseptor β.
3.      Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)
ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam regulasi tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada pada beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial. Kemudian, tempat utama produksi angiotensin II adalah pembuluh darah bukan ginjal. Pada kenyataannya, inhibitor ACE menurunkan tekanan darah pada penderita dengan aktivitas renin plasma normal, bradikinin, dan produksi jaringan ACE yang penting dalam hipertensi.
4.      Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)
Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin (termasuk ACE) dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti chymases. Inhibitor ACE hanya menutup jalur renin-angiotensin, ARB menahan langsung reseptor angiotensin tipe I, reseptor yang memperentarai efek angiotensin II. Tidak seperti inhibitor ACE, ARB tidak mencegah  pemecahan bradikinin.
5.      Antagonis Kalsium
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstra selluler ke dalam sel. Relaksasai otot polos vasjular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah. Antagonis kanal kalsium dihidropiridini dapat menyebbakan aktibasi refleks simpatetik dan semua golongan ini (kecuali amilodipin) memberikan efek inotropik negative.
Verapamil menurunkan denyut jantung, memperlambat konduksi nodus AV, dan menghasilkan efek inotropik negative yang dapat memicu gagal jantung pada penderita lemah jantung yang parah. Diltiazem menurunkan konduksi AV dan denyut jantung dalam level yang lebih rendah daripada verapamil.
6.      Alpha blocker
Prasozin, Terasozin dan Doxazosin merupakan penghambat reseptor α1 yang menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vascular perifer yang memberikan efek vasodilatasi. Kelompok ini tidak mengubah aktivitas reseptor α2 sehingga tidak menimbulkan efek takikardia.
7.      VASO-dilator langsung
Hedralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos arteriol. Aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik dari pusat fasomotor, meningkatnya denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan renin. Oleh karena itu efek hipotensi dari vasodilator langsung berkurang pada penderita yang juga mendapatkan pengobatan inhibitor simpatetik dan diuretik.
8.      Inhibitor Simpatetik Postganglion
Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari terminal simpatetik postganglionik dan inhibisi pelepasan norepinefrin terhadap respon stimulasi saraf simpatetik. Hal ini mengurangi curah jantung dan resistensi vaskular perifer .
9.      Agen-agen obat yang beraksi secara sentral
10.  VASO-dilator langsung



Pengobatan hipertensi  masyarakat dengan menggunakan :
a.       Bayam
Bayam merupakan sumber magnesium yang sangat baik. Tidak hanya melindungi Anda dari penyakit jantung, tetapi juga dapat mengurangi tekanan darah. Selain itu, kandungan folat dalam bayam dapat melindungi tubuh dari homosistein yang membuat bahan kimia berbahaya. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat tinggi asam amino (homosistein) dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke.
b.      Biji bunga matahari.
Kandungan magnesiumnya sangat tinggi dan biji bunga matahari mengandung pitosterol, yang dapat mengurangi kadar kolesterol dalam tubuh. Kolesterol tinggi merupakan pemicu tekanan darah tinggi, karena dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Tapi, pastikan mengonsumsi kuaci segar yang tidak diberi garam.
c.       Kacang-kacangan
Kacang-kacangan, seperti kacang tanah, almond, kacang merah mengandung magnesium dan potasium. Potasium dikenal cukup efektif menurunkan tekanan darah tinggi.
d.      Pisang
Buah ini tidak hanya menawarkan rasa lezat tetapi juga membuat tekanan darah lebih sehat. Pisang mengandung kalium dan serat tinggi yang bermanfaat mencegah penyakit jantung. Penelitian juga menunjukkan bahwa satu pisang sehari cukup untuk membantu mencegah tekanan darah tinggi.
e.       Kedelai
Banyak sekali keuntungan mengonsumsi kacang kedelai bagi kesehatan. Salah satunya adalah menurunkan kolesterol jahat dan tekanan darah tinggi. Kandungan isoflavonnya memang sangat bermanfaat bagi kesehatan.
f.       Kentang
Nutrisi dari kentang sering hilang karena cara memasaknya yang tidak sehat. Padahal kandungan mineral, serat dan potasium pada kentang sangat tinggi yang sangat baik untuk menstabilkan tekanan darah.
g.      Cokelat pekat (dark chocolate)
Karena kandungan flavonoid dalam cokelat dapat membantu menurunkan tekanan darah dengan merangsang produksi nitrat oksida. Nitrat oksida membuat sinyal otot-otot sekitar pembuluh darah untuk lebih relaks, dan menyebabkan aliran darah meningkat.
h.      Avokad
Asam oleat dalam avokad, dapat membantu mengurangi kolesterol. Selain itu, kandungan kalium dan asam folat, sangat penting untuk kesehatan jantung

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,vasokontriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
            Tujuan:
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan      keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam beraktivitas yang menurunkan TD.
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima.
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.
Intervensi:
Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Auskulatsi tonus jantung dan bunyi napas.
Amati warna kulit,kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
Catat edema umum.
Berikan lingkungan tenang,nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
Pertahankan pembatasan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.
Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
Diuretik Tiazid misalnya klorotiazid (Diuril), hidroklorotiazid (esidrix,hidrouril), bendroflumentiazid (Naturetin).
Diuretik Loop misalnya Furosemid (lasix), asam etakrinik (Edecrin), Bumetanic (Burmex).
Diuretik hemat kalium misalnya spironolakton (aldactone), triamterene (Dyrenium), amilioride (midamor).
Inhibitor simpatis misalnya propanolol (inderal), metoprolol (lopresol), Atenolol (tenormin), nadolol (corgard), metildopa (aldomet), reserpine (serpasil), klonidin (catapres).
Vasodilator misalnya minoksidil (loniten), hidralasin (apresolin), bloker saluran kalsium (nivedipin, verapamil).
Anti adrenergic misalnya minipres, tetazosin (hytrin).
Bloker nuron adrenergic misalnya guanadrel (hyloree), quanetidin (ismelin), reserpin (serpasil).
Inhibitor adrenergik yang  bekerja secara sentral misalnya klonidin (catapres), guanabenz (wytension), metildopa (aldomet).
Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin (apresolin), minoksidil, loniten.
Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya diazoksid (hyperstat), nitropusid (nipride, nitropess).
            Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.  
Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala.
Pasien tampak nyaman.
TTV dalam batas normal.
Intervensi :
Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan.
Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Hindari merokok atau menggunakan penggunaan nikotin.
Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, seperti kompres dingin pada dahi,pijat punggung dan leher, posisi nyaman,tehnik relaksasi,bimbingan imajinasi dan distraksi.
Hilangkan / minimalkan vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk.

            Resiko perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah.

Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Pasien mendemostrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala,pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Haluaran urin30 ml/menit.
Tanda-tanda vital stabil.
Intervensi :
Pertahankan tirah baring.
Tinggikan kepala tempat tidur.
Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan, tidur, duduk dengan pemantauan tekana  arteri jika tersedia.
Ambulasi sesuai kemapuan, hindari kelelahan.
Amati adanya hipotensi mendadak.
Ukur masukan dan pengeluaran.
Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program.
Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program.
Intoleransi aktivitas perhubungan penurunan cardiac output.
            Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil ;
Meningkatkan energy untuk melalkukan aktivitas sehari-hari.
Menunjukkan penuruna gejala-gejala intoleransi aktivitas.
Intervensi :
Berikan dorongan untuk aktivitas atau perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Instruksikan pasien tentang penghematan energy.
Kaji respon pasien terhadap aktivitas.
Monitor adanya diaforesis, pusing.
Observasi TTV setiap 4 jam.
 Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan.
Waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore.
            Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala.
Tujuan ;
Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6-8 jam/hari.
Tampak dapat istirahat dengan cukup.
TTV dalan batas normal.

Intervensi :
Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur.
Evaluasi tingkat stress.
Monitor keluhan nyeri kepala.
Lengkapi jadwal tidur secara teratur.
Berikan makanan kecil sore hari dan susu hangat.
Lakukan massase punggung.
Putarkan musik yang lembut.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
            Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.
Tujuan :
Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan.
Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi ;
Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri.
Beri pasien waktu untuk menyelesaikan tugas.
Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Berikan umpan balik yang positif untuk tiap usaha yang dilakukan klien atau atas keberhasilannya.
Kecemasan berhubungan dengan  krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien .
            Tujuan :
Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperwatan  selama 1 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan suda tidak cemas lagi atau cemas berkurang.
Eksresi wajah rileks.
TTV dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya, kemamopuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan  berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah.
Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifikdan kemungkinan strategi untuk mengatasinya.




Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN DYSPNEA

  LAPORAN PENDAHULUAN DYSPNEA A.     DEFINISI Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah “Shortness Of Breath”. Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu :                                                                                                        ...

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

KAMU DAPAT DOWNLOAD GRATIS LAPORAN PENDAHULUAN  .DOCX PATHWAY  .DOCX LAPORAN PENDAHULUAN DBD  KONSEP DASAR 1.     Pengertian Demam berdarah adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Suriadi, 2006 : 57). Menurut (Nelson, 2000, Vol 2 : 1134) Demam berdarah adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostaksis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein.  Sedangkan menurut (Rasyid, 2012 : 3) Demam berdarah dengue (DBD), adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi yang disertai penurunan dari sel darah putih, adanya bercak kemerahan  di kulit, pembesaran kelenjar getah bening, penurunan jumlah trombosit dan kondisi terberat adalah perdarahan dari hampir seluruh ja...

Contoh Laporan EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP) Kep. Gerontik

LAPORAN EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP) KEPERAWATAN GERONTIK   EFEKTIVITAS TEHNIK RELAKSASI BENSON TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH   PADA NY. S DI DESA LEDOK   ARGOMULYO, SALATIGA   Nama Mahasiswa        : xxxx NIM                             :   xxx   1.    Latar Belakang    Lansia merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia, yaitu bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat disadari dan akan di alami oleh setiap individu (Azizah, 2011). Proses menua merupakan proses yang berlanjut secara alamiah, dimulai sejak lahir dan pada umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho, 2008). P enyakit degeneratif pada lansia yang disebabkan oleh penurunan fung si adalah diabetes mellitus dan hiper tensi (Subroto, 2006). Penyakit tersebut akan dapat mengganggu...